Jumat, 11 Desember 2020

Pendidikan Di Indonesia

 Sistem pendidikan di Indonesia

Tiap negara memiliki sistem pendidikan yang berbeda-beda. Hal ini menyesuaikan dengan tipe peserta didik tiap negara. Sistem pendidikan di Indonesia dibandingkan  dengan  negara  lain  lebih  banyak  diwarnai dengan persaingan dan beban pembelajaran yang banyak. Dalam hal ini, peserta didik tidak memfokuskan potensi dan skill yang ada di dalam dirinya.  Melainkan diwajibkan untuk mempelajari semua hal yang sama dari satu peserta didik dengan peserta didik lainnya (dalam Afifah, 2020).

Di Indonesia  juga  banyak sekali  mata pelajaran  utama yang harus di kuasai oleh peserta didik dan diharuskan mendapatkan nilai yang bagus seperti mata pelajaran bahasa, pendidikan agama, pendidikan  kewarganegaraan, ilmu pengetahuan sosial, matematika, ilmu pengetahuan alam, olahraga,  keterampilan  atau  kejuruan,  seni  dan  budaya,  serta muatan  lokal. Selain itu, hampir semua proses belajar mengajar diadakan di dalam kelas. Peserta didik hanya duduk manis dibangku, menyimak dan pendidik berceramah didepan kelas.  Biasanya setelah selesai pembelajaran pendidik selalu memberikan tugas untuk dikerjakan oleh peserta didik di rumah (memberikan PR). Hal ini membuat peserta didik menjadi tidak menikmati sekolahnya. Di sekolah ia sudah menghabiskan waktu kurang lebih delapan sampai sembilan jam untuk belajar dan ketika sudah sampai dirumah, peserta didik diharuskan untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh pendidik. Sehingga waktu untuk me time dan waktu bersama keluarga habis karena jam sekolah yang panjang dan ditambah dengan waktu untuk mengerjakan tugas.

Indonesia sering kali mengalami perubahan sistem pendidikan yang mengakibatkan kebingungan bagi peserta didik dan pendidik. Contohnya seperti adanya perubahan kurikulum dari KTSP menjadi kurikulum 2013 yang secara mendadak. Di dalam  kurikulum 2013 peserta didik ditekankan untuk belajar dengan sistem student center dimana peserta didik akan membuat  kelompok  belajar  dan  diharuskan  untuk  terus  aktif  di  dalam  kelas. Hal tersebut tidak biasa dilakukan oleh peserta didik dan tenaga pendidik karena umumnya pembelajaran di Indonesia menjalankan sistem ceramah yakni pendidik menjelaskan dan peserta didik menyimak. Kalaupun mau menjalankan kurikulum 2013, harus memerlukan kesiapan yang matang baik peserta didik maupun tenaga pendidik.

Selain sering berganti kurikulum, di Indonesia juga terdapat masalah yaitu mengenai sistem zonasi. Sistem zonasi tersebut menimbulkan berbagai padangan yang baik maupun tidak baik. Dari sisi baik, sistem zonasi dapat memberikan keadilan bagi semua masyarakat. Namun, hal ini bagi saya belum juga adil. Masih banyak sekali anak-anak yang tidak dapat menimba ilmu dengan baik dengan alasan membayar uang sekolah yang mahal meskipun itu sekolah negeri. Sistem zonasi juga dapat menimbulkan  motivasi belajar siswa yang menurun. Hal ini terjadi karena harapan peserta didik untuk mendapatkan sekolah yang diinginkannya tidak dapat tercapai karena harus sesuai dengan domisili peserta didik tinggal. Kekurangan lainnya juga dapat memunculkan kecurangan seperti adanya praktik jual beli kursi agar dapat bersekolah yang diinginkan meskipun berbeda dengan domisili asalnya.

Pendidikan di Indonesia kurang memberikan fasilitas belajar secara gratis. Walaupun tiap pergantian pemerintahan sering kali berjanji untuk menganggarkan sejumlah bantuan untuk sekolah. Namun jarang sekali terlihat wujudnya. Salah satu contohnya adalah dana BOS tetapi masih banyak sekali kekurangannya seperti keterlambatan datangnya buku-buku di sekolah dan tetap harus membayar uang buku meskipun dana BOS sehingga kegiatan belajar terganggu dan terhambat. Fasilitas lainnya adalah seperti perpustakaan dan belum banyak sekolah-sekolah yang dilengkapi fasilitas WIFI dan di daerah-daerah tertinggal  juga  belum adanya fasilitas yang mendukung untuk kegiatan belajar mengajar.

Di Indonesia sendiri sekolah-sekolah yang berkualitas baik identik dengan anak-anak yang mempunyai orangtua yang berpenghasilan tinggi, bersekolah di swasta dan biaya yang mahal. Sehingga  akses  untuk menempuh  pendidikan  yang  berkualitas  bagi  masyarakat  yang  berpenghasilan di bawah rata-rata dinilai  cukup memberatkan dan memilih untuk tidak menyekolahkan anaknya.

Di Indonesia, umumnya peserta didik malu untuk bertanya dan berpendapat. Karena ketika peserta didik mencoba untuk berpendapat, umumnya dilihat oleh peserta didik lain menjadi individu yang “sok aktif dan mau cari muka oleh tenaga pendidiknya”, terkadang juga mendapat perlakuan yang sinis ketika ia mencoba berpedapat. Hal tersebut yang menjadi kebiasaan negatif siswa di Indonesia dan menjadi kebiasaan peserta didik. Selain itu, peserta didik selalu bilang tidak bisa ketika mendapatkan sebuah soal atau pekerjaan. Hal tersebut menjadikan dirinya malas, tidak mau mencoba dan tidak berani untuk mengerjakan soal atau pekerjaan tersebut. Di Indonesia juga masih banyak terjadi perundungan. Perundungan yang dapat terjadi secara emosional, fisik, verbal maupun secara cyber.  

Di Indonesia kerapkali hasil menjadi hal yang utama dan melupakan prosesnya. Padahal, yang terpenting adalah proses peserta didik tersebut mau mencoba dan mau mengerjakan suatu hal dari tenaga pendidik. Sering kali peserta didik dan tenaga pendidik mendefinisikan anak yang pintar adalah anak yang mendapatkan nilai yang bagus. Namun, melupakan proses yang peserta didik lakukan dalam mencapai hasilnya. Terkadang peserta didik juga hanya melihat dari hasil yang didapatkannya harus sangat baik, mendapatkan nilai yang bagus dan tidak boleh ada orang lain yang menyamainya. Ketika siswa tersebut beranggapan bahwa medapatkan nilai yang besar atau bagus itu pasti akan lulus, maka siswa akan melupakan apakah ia sudah memahami mata pelajarannya dengan baik atau belum. Bisa jadi, peserta didik untuk mendapatkan nilai yang bagus tersebut dengan cara mensontek.

 

Dapat disimpulkan bahwa pendidikan di Indonesia seperti:

  • Banyak kompetisi dan banyak perubahan-perubahan yang sifatnya mendadak.
  • Ada sistem tinggal kelas dan perangkingan.
  • Jam belajar yang panjang (setiap minggu kurang lebih menghabiskan lima hari dan 40 jam untuk belajar).
  • Pembelajaran lebih banyak dikelas dan menggunakan metode ceramah.
  • Pemberian tugas hampir setiap tatap muka atau tatap maya.
  • Masih banyak perundungan di sekolah.
  • Siswa Indonesia pemalu, tidak berani mencoba dan malas.
  • Mengutamakan hasil daripada proses.

 

Untuk mengurangi hal-hal yang negatif di atas, saya berpendapat bahwa sistem pendidikan yang baik untuk Indonesia adalah

  1. Seleksi masuk sekolah tidak terlalu rumit persyaratannya dan harus dipersiapkan secara detail dan jelas.
  2. Kompetensi tenaga pendidik harus baik tidak hanya Diploma atau Sarjana Pendidikan aja yang harus dimilikinya. Tetapi tenaga pendidik juga harus kreatif dan inovatif dalam menyiapkan pembelajaran yang asik dan mudah dipahami oleh peserta didik.
  3. Mengurangi jam belajar sekolah. Sebaiknya tenaga pendidik dan peserta didik berfokus pada kompetensi yang diperlukan untuk ketingkat yang lebih tinggi.
  4. Mengenalkan mata pelajaran pilihan dan praktik yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
  5. Tenaga pendidik tidak boleh berpihak kepada peserta didik yang pintar aja. Tetapi, harus bersikap adil terhadap semua peserta didik. Sehingga tidak ada peserta didik yang terabaikan. Tenaga pendidik dan peserta didik diharuskan memahami perbedaan dan tidak berprilaku diskriminatif.
  6. Perlunya persiapan yang matang mengenai kegiatan mengajar seperti adanya rencana pembelajaran tiap minggunya, adanya media atau perangkat yang menunjang pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.
  7. Memberikan apresiasi. Tenaga pengajar perlu mengapresiasi pekerjaan peserta didik agar dirinya merasa dihargai dan diperhatikan. Bentuk apresiasi tidak selalu dengan memberikan hadiah. Bisa juga dengan memberikan pujian dan perhatian kepada siswa yang sudah berani atau mau mencoba dalam berpendapat dan mengerjakan sesuatu.
  8. Menetapkan rules dan memberikan contoh yang jelas dalam pembelajaran agar suasana kelas menjadi kondusif dan peserta didik dapat belajar dengan disiplin, komitmen dan bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran.

 

Sumber

Afifah, N. (2020). Sistem pendidikan di Indonesia. ResearchGate.

          https://www.researchgate.net/publication/340607810